Sisi Rei :
Berkali-kali dia melirik jam tangan bututnya dengan gelisah. Sesekali dia memicingkan matanya saat menangkap sosok perempuan di kejauhan, berharap itu adalah seseorang yang kedatangannya sedang ia tunggu, namun ternyata bukan. Sejak seminggu yang lalu dia telah menelepon Bianca, mengajaknya makan siang hari ini untuk menebus semua kesalahannya. Karena jadwal kegiatan yang padat di sekolah asramanya, dia terpaksa harus menunda berkali-kali untuk menghubungi Bianca. Sekalinya dia punya waktu, handphone lama satu-satunya yang dia punya malah rusak.
Dia tahu, Bianca akan sangat kesal padanya, dilihat dari sms-smsnya yang ‘menuduh’nya kalau dia sudah melupakannya dan tidak memperdulikannya lagi. Untuk menebus rasa bersalahnya itulah, dia sengaja merancang makan siang spesial hari ini. Dia sengaja hanya menelepon singkat Bianca dengan handphone pinjaman teman asramanya. Intinya, dia ingin mengajak ketemu Bianca di mall ini, pada jam ini dan mentraktirnya makan siang.
Sekali lagi dia melirik jam tangan bututnya. Sudah hampir 30 menit dia berdiri di pintu selatan mall ini dan sama sekali tidak nampak ada tanda-tanda kehadiran Bianca. Mungkin 10 menit lagi, pikir Rei. Rei hanya bisa berharap dan menunggu Bianca. Perempuan yang selalu dia banggakan pada teman-teman asramanya selama ini sebagai ‘calon pacar’nya.
Sisi Bianca :
Dia menatap jam dinding rumahnya dengan perasaan bimbang. Dia ingat betul kalau minggu kemarin Rei menelponnya dan mengajaknya makan siang di mall X pada jam ini. Rei bilang dia akan mentraktirnya makan siang untuk menebus kesalahannya karena telah mengabaikan Bianca selama ini. Rei bilang dia sibuk, tapi entah mengapa sulit baginya untuk mempercayai kata-kata Rei.
Meskipun Rei sibuk, masa sebegitu sulitnya untuk mengirim satu SMS saja untuk Bianca? Makan waktu berapa lama sih, mengetik satu SMS? Kalau dia perduli padaku, pasti dia akan berusaha bagaimanapun caranya untuk menghubungiku, begitu pikir Bianca. Dia kecewa karena Rei telah mengabaikan semua SMS-SMS darinya dan sibuk dengan dunianya sendiri. Memang sih, Bianca belum resmi jadi pacarnya. Tapi Bianca kan bukan menuntut macam-macam seperti minta dibelikan rumah atau semacamnya? Cuma satu SMS saja atau telepon semenit saja. Masa sebegitu beratnya menghubungi nomornya, semeniiiit saja untuk bilang kalau dia sibuk dan akan segera menemuinya begitu dia sempat?
Dunia Rei memang sedikit berbeda dengan dunianya. Bianca bersekolah di sekolah biasa, sedangkan Rei bersekolah di sebuah sekolah berasrama yang top. Mereka tidak berkenalan secara kebetulan, menurut Bianca. Takdir mempertemukan mereka dengan perantara teman-teman Bianca yang juga jadi teman Rei di sekolah berasrama tersebut.Perkara beda sekolah itulah yang seringkali membuat waktu yang mereka punya untuk bertemu langsung dan berkomunikasi menjadi sangat terbatas karena peraturan di sekolah Rei yang cukup ketat tentang handphone dan keluar asrama.
Bianca sangat kesal. Apalagi selama seminggu setelah Rei menelponnya untuk membuat janji makan siang dengannya itu, Rei kembali raib, lenyap seperti ditelan bumi. Tidak ada kabar apa-apa lagi dari Rei. Bianca sudah menanyakan pendapat teman-temannya di sekolah dan hampir semua teman-temannya bilang, sepertinya Rei tidak serius dengannya karena dia tidak menganggap Bianca sama sekali. Buktinya, setelah menelepon Bianca untuk mengajaknya makan siang hari ini, dia kembali hilang tak ada kabar atau konfirmasi lagi, bahkan sehari sebelumnya.
Bianca bahkan mencoba menghubungi salah seorang teman Rei di asrama sekolahnya, yang juga menjadi teman Bianca. Temannya itu bilang Rei baik-baik saja dan memang sedikit sibuk dengan kegiatan OSIS-nya.
Kesimpulannya, Rei memang tidak menganggapnya istimewa karena hanya karena OSIS, tidak ada satupun SMS Bianca yang ditanggapi olehnya. Satupun.
Bianca kecewa dan bertekad tidak akan terperdaya dengan ajakan Rei. Bisa saja Rei sudah melupakan janji makan siang itu dan dia hanya akan terlihat bodoh di mall itu karena berdiri menunggu Rei yang mungkin tidak pernah akan datang. Bianca tidak mau repot-repot pergi ke mall itu untuk menunggu orang yang kedatangannya tidak bisa dipastikan. Bianca melengos setelah melirik jam dinding rumahnya untuk sekian kali dan memutuskan untuk mencuci pakaian saja, ketimbang harus memeras otak memikirkan Rei yang mungkin saja tidak pernah memikirkan perasaannya.
Sisi Rei :
Sudah empat puluh menit lebih dia menunggu dan akhirnya dia memutuskan untuk menelepon Bianca.Dia memang sengaja tidak menelepon Bianca karena dia ingin memberikan kejutan untuk Bianca hari ini. Lagipula dia percaya, Bianca pasti akan datang hari ini karena waktu Rei kemarin meneleponnya, Bianca terdengar cukup antusias.
Barangkali Bianca hanya lupa…atau jangan-jangan terjadi sesuatu dengannya. Rei mengeluarkan handphone yang dia pinjam dari ibunya, mencari nama Bianca di kontak dan menekan dial. Terdengar nada panggil beberapa saat, kemudian disambut oleh voice mail. Rei mulai sedikit khawatir. Ditekannya redialing, terdengar nada panggil…dan lagi-lagi disambut oleh voice mail. Sekali lagi dicobanya untuk menelepon Bianca tapi hasilnya sama saja, dia hanya disambut oleh suara voice mail.
Rei tercenung sesaat. Apakah terjadi sesuatu pada Bianca saat dalam perjalanan kemari? Rei menyesal tidak menjemput Bianca saja tadi, tapi Rei ingin memberi kejutan pada Bianca di pintu masuk mall ini. Kalau dijemput, kelihatan dong Rei sudah menyiapkan buket bunga besar ini untuk Bianca?
Sempat terbersit di pikiran Rei, Bianca sengaja mengabaikan janjinya dan tidak mau mengangkat teleponnya. Tapi atas dasar apa? Toh Bianca terdengar baik-baik saja waktu Rei meneleponnya minggu kemarin.
Sekali lagi Rei menekan tombol dial di nama Bianca. Terdengar nada panggil sesaat. Kemudian suara Bianca terdengar. Suaranya terdengar agak gusar di seberang sana.
Percakapan Rei dan Bianca :
“Halo?” Bianca menjawab dengan ketus.
“Halo, Bianca?” Rei heran, mengapa Bianca tiba-tiba terdengar begitu kesal menerima teleponnya.
“Iya, kenapa?”
“Kamu udah dimana? Aku udah nunggu kamu nih dari tadi. Di pintu selatan mall X. Kamu ingat kan kita ada janji siang ini?”
Bianca terdiam sesaat. jadi Rei menunggunya? Buru-buru dia melihat jam dinding dan tiba-tiba disergap perasaan bersalah karena Rei pasti sudah menunggunya lebih dari 40 menit.
“Eh, ka-kamu udah disana? Aku…aku nggak ada motor, maaf ya, aku kira makan-makannya nggak jadi…”
“…”
“Rei?”
“Ya?”
Bianca merasa sangat-sangat bersalah sekarang. “Maaf ya? Aku nggak tau, aku kira…kamu nggak serius ngajak aku kemaren…”
Rei menghela napas, mencoba untuk tetap sabar. Dia mencoba untuk tersenyum, meski ia tahu Bianca tak bisa melihatnya. “Oke, nggak apa-apa kok. Maaf ya aku juga yang nggak hubungin kamu kemaren. Mat ngapain aja ya…”
“Iya..eh, maaf ya Rei…”
“Oke, nggak masalah. Sudah ya…”
“Iya…maaf ya…”
Klik.
Sisi Rei:
Dia mengakhiri percakapan, menjejalkan handphone-nya ke dalam tas dan tercenung sesaat.
Ternyata Bianca mengira ia hanya main-main dan tidak serius mengajaknya. Diam-diam ia merasa kecewa pada Bianca. Dia sudah merancang dan menunggu-nunggu hari ini sejak seminggu yang lalu, tapi ternyata jadinya malah kacau begini…
Seharusnya ia mengkonfirmasikan janji makan siang hari ini lagi pada Bianca kemarin malam, tapi dia kelewat capek begitu tiba di rumah dan jatuh tertidur sampai terbangun pagi ini. Kegiatannya selama seminggu penuh di asrama membuatnya begitu lega bisa pulang ke rumah untuk berakhir pekan. Lagipula dia percaya Bianca akan menepati janjinya…
Rei menatap buket bunga mawar besarnya dan merasa begitu konyol sekarang. Menenteng-nenteng buket itu sendirian di depan pintu selatan mall X selama hampir sejam, menunggu orang yang ternyata tidak mau datang karena dikira ajakannya hanya main-main.
Rei melangkah ke bak sampah terdekat, melempar buket bunga besar itu ke dalamnya dan berjalan masuk ke dalam mall. Perutnya lapar karena tidak makan dari pagi. Ia terpaksa bangun lebih pagi untuk berkeliling ke toko-toko bunga, mencari penjual bunga yang menjual buket bunga mawar merah segar paling murah.
Uang jajan bulanannya nyaris habis untuk membeli buket bunga yang harganya selangit itu dan sisanya sengaja dia sisihkan untuk acara traktiran siang ini.
Dalam hati, dia merasa sangat kecewa pada sikap Bianca. Bianca yang begitu ia puja-puja...
Rei akhirnya memutuskan untuk makan siang sendirian di mall itu, menerka-nerka, apa yang sebenarnya dipikirkan Bianca tentangnya sampai-sampai dia mengira ajakan Rei hanya main-main…
Sisi Bianca :
Bianca tidak menyangka bahwa ternyata Rei menunggunya di mall X siang ini dan menepati janjinya untuk mentraktirnya makan siang. Dia pikir Rei hanya main-main dengannya dan tadi dia sempat kaget waktu mendapati ada sekitar tiga panggilan tak terjawab di handphone-nya dengan nomor tak dikenal.
Dia menyesal membuat Rei harus menunggu dirinya sampai selama itu. Bianca sampai terpaksa harus berbohong dengan mengatakan saat itu tidak ada kendaraan di rumahnya, padahal motor ibunya terparkir manis di garasi rumah. Dia begitu sibuk mencuci pakaian tadi sampai tidak mendengar ada telepon masuk, tapi dia tidak tega untuk berkata jujur karena Rei pasti akan sangat kecewa dan marah padanya.
Lagipula kenapa Rei kemarin tidak menghubunginya lagi? Salah sendiri…aku kira ya tidak jadi. Paling-paling sekarang dia juga sudah pulang…pikirnya, mencoba mencari pembenaran atas tindakannya itu.
Bianca menatap jam dinding rumahnya. Hampir empat puluh menit lebih dia telah membuat Rei menunggu…
Tiba-tiba setetes air mata bergulir panas di pipinya. Minggu kemarin Bianca sebenarnya sangat senang saat Rei meneleponnya, mengajaknya makan siang hari ini. Seharusnya Bianca tidak sok jaga image hari ini dan berani mengambil resiko dengan pergi ke mall X sesuai janji sebelumnya. Seharusnya mereka sudah asyik makan siang dan bersenang-senang sekarang, bukannya malah kacau seperti ini …
Sekarang dia merasa sangat kejam pada Rei. Bianca disergap perasaan bersalah yang luar biasa dan air matanya mendadak mengalir semakin deras.
Bianca sangat menyesal dan entah mengapa hatinya berkata padanya, Rei sudah terlanjur kecewa padanya dan Bianca tidak akan pernah bisa lagi menyandang ‘calon pacar’ yang diharap-harapkannya selama ini. Bianca telah menghancurkan semua harapannya sendiri dan semua hanya karena praduga-praduga yang tidak berdasar.
cerita ini mengingatkanku pada sebuah cerita seorang teman terdahulu..^_^, meski terkesan biasa tapi ada makna yang mungkin banyak orang mengabaikannya,suka dengan cerita ini dan semoga tulisanmu semakin bagus.
ReplyDeleteterima kasih dedek sayang. :* :*
ReplyDelete